TNI akan dilaporkan ke Mahkamah HAM Internasional oleh OPM, karena melakukan ini
Juru bicara Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat/Organisasi Papua Merdeka (TNPPB/OPM) Sebby Sambom membenarkan dua anggotanya tewas. Sebby menyebut keduanya tewas karena diserang dengan rudal balistik oleh TNI.
"Itu bukan ditembak. Itu diroket rudal balistik saat di Kampung Kimbely," kata Sebby saat dihubungi detikcom, Senin (20/11/2017).
Sebby mengatakan akan membawa permasalahan ini ke ranah pelanggaran HAM di tingkat internasional. Menurut Sebby, selain mengenai anggotanya, rudal balistik juga melukai masyarakat.
"Kami akan ajukan pelanggaran HAM internasional karena rudal balistik ditembak dari jarak 3 km di kampung-kampung. Ada masyarakat yang kena," ucapnya.
Sebby kemudian menyampaikan rencana TNPPB/OPM melakukan serangan balasan ke TNI-Polri. "Kami akan balas mulai besok. Kami akan mengambil. Nanti lihat saja berita keluar atau tidak. Pasukan sudah siap," imbuh dia.
Kapendam XVII Cendrawasih, Kolonel Infanteri Muhammad Aidi membantah pernyataan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menyebut penggunaan rudal. TNI menggunakan mortir.
"Seperti yang Pangdam katakan, kami menggunakan mortir untuk menakuti TNP OPM. Bukan rudal," kata Aidi kepada detikcom, Selasa (21/11/2017).
Aidi mengatakan penggunaan mortir adalah salah satu taktik TNI untuk membuat Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TNPPB) alia OPM meninggalkan area desa yang disandera agar pasukan TNI dapat masuk ke area desa dan menyelamatkan warga.
"Itu taktik kami supaya mereka kocar kacir, lari. Saat itu pasukan kami punya kesempatan masuk ke Desa Kimbely," ujar Aidi.
Mortir adalah senjata artileri yang menembakkan peluru dengan kecepatan yang rendah, jarak yang jangkauan dekat. Mortir memiliki daya hentam yang lebih lemah ketimbang artileri berat seperti meriam atau rudal.
Aidi pun menjelaskan bahwa dua jasad terduga kelompok TNPPB/OPM yang ditemukan di hutan, menderita luka tembak di perut. "Ada luka tembak di perut," sambung dia.
Masih kata Aidi, tidak ada korban luka satu pun dari warga sipil. TNI-Polri telah mengevakuasi para warga korban sandera TNPPB/OPM dengan kondisi selamat.
"Dia bicara ada warga yang terluka tapi faktanya tidak ada satu pun dari kurang lebih 1.300 warga yang terluka saat operasi penyelamatan," tegas Aidi.
Aidi menyampaikan jika TNPPB/OPM ingin melakukan perang terbuka dengan aparat TNI-Polri, jangan melibatkan masyarakat. "Tentukan zonanya dimana, jangan libatkan masyarakat, jangan jadikan masyarakat tameng," imbuh Aidi.
Juru Bicara Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat/ Organisasi Papua Merdeka (TNPPB/OPM), Sebby Sambom sebelumnya menyebut dua anggotanya tewas karena diserang dengan rudal balistik oleh TNI.
"Itu bukan ditembak. Itu diroket rudal balistik di saat di Kampung Kimbely," kata Sebby, Senin (20/11).
Sebby mengatakan akan membawa permasalahan ini ke ranah pelanggaran HAM di tingkat internasional. Menurur Sebby, selain mengenai anggotanya, rudal balistik juga melukai masyarakat.
"Kami akan ajukan pelanggaran HAM internasioanl karena rudal balistik ditembak dari jarak 3 km di kampung-kampung. Ada masyarakat yang kena," ucap Sebby.
Sumber : detik.com
"Itu bukan ditembak. Itu diroket rudal balistik saat di Kampung Kimbely," kata Sebby saat dihubungi detikcom, Senin (20/11/2017).
Sebby mengatakan akan membawa permasalahan ini ke ranah pelanggaran HAM di tingkat internasional. Menurut Sebby, selain mengenai anggotanya, rudal balistik juga melukai masyarakat.
"Kami akan ajukan pelanggaran HAM internasional karena rudal balistik ditembak dari jarak 3 km di kampung-kampung. Ada masyarakat yang kena," ucapnya.
Sebby kemudian menyampaikan rencana TNPPB/OPM melakukan serangan balasan ke TNI-Polri. "Kami akan balas mulai besok. Kami akan mengambil. Nanti lihat saja berita keluar atau tidak. Pasukan sudah siap," imbuh dia.
Kapendam XVII Cendrawasih, Kolonel Infanteri Muhammad Aidi membantah pernyataan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menyebut penggunaan rudal. TNI menggunakan mortir.
"Seperti yang Pangdam katakan, kami menggunakan mortir untuk menakuti TNP OPM. Bukan rudal," kata Aidi kepada detikcom, Selasa (21/11/2017).
Aidi mengatakan penggunaan mortir adalah salah satu taktik TNI untuk membuat Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TNPPB) alia OPM meninggalkan area desa yang disandera agar pasukan TNI dapat masuk ke area desa dan menyelamatkan warga.
"Itu taktik kami supaya mereka kocar kacir, lari. Saat itu pasukan kami punya kesempatan masuk ke Desa Kimbely," ujar Aidi.
Mortir adalah senjata artileri yang menembakkan peluru dengan kecepatan yang rendah, jarak yang jangkauan dekat. Mortir memiliki daya hentam yang lebih lemah ketimbang artileri berat seperti meriam atau rudal.
Aidi pun menjelaskan bahwa dua jasad terduga kelompok TNPPB/OPM yang ditemukan di hutan, menderita luka tembak di perut. "Ada luka tembak di perut," sambung dia.
Masih kata Aidi, tidak ada korban luka satu pun dari warga sipil. TNI-Polri telah mengevakuasi para warga korban sandera TNPPB/OPM dengan kondisi selamat.
"Dia bicara ada warga yang terluka tapi faktanya tidak ada satu pun dari kurang lebih 1.300 warga yang terluka saat operasi penyelamatan," tegas Aidi.
Aidi menyampaikan jika TNPPB/OPM ingin melakukan perang terbuka dengan aparat TNI-Polri, jangan melibatkan masyarakat. "Tentukan zonanya dimana, jangan libatkan masyarakat, jangan jadikan masyarakat tameng," imbuh Aidi.
Juru Bicara Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat/ Organisasi Papua Merdeka (TNPPB/OPM), Sebby Sambom sebelumnya menyebut dua anggotanya tewas karena diserang dengan rudal balistik oleh TNI.
"Itu bukan ditembak. Itu diroket rudal balistik di saat di Kampung Kimbely," kata Sebby, Senin (20/11).
Sebby mengatakan akan membawa permasalahan ini ke ranah pelanggaran HAM di tingkat internasional. Menurur Sebby, selain mengenai anggotanya, rudal balistik juga melukai masyarakat.
"Kami akan ajukan pelanggaran HAM internasioanl karena rudal balistik ditembak dari jarak 3 km di kampung-kampung. Ada masyarakat yang kena," ucap Sebby.
Sumber : detik.com